Pages

Kamis, 21 November 2013

Terapi Penyakit Korupsi




السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَافِيَةُ لِلْمُقِسِطِيْنَ. وَلاَعُدْوَانَ إِلاَ عَلَى الظَّالِمِيْنَ. اَلَّلهُمَّ صَلّىِ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ, وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ  (اَمَّا بَعْدُ)

Hadirin yang kami hormati
Global Corruption Index dan Transparency International Index, suatu lembaga penelitian independen yang bermarkas di Berlin, baru-baru ini menyatakan, bahwa Indonesia menempati peringkat pertama, sebagai negara terkorup se-Asia, dan peringkat kedelapan diantara negara-negara terkorup di dunia, setelah Nigeria, Pakistan, Kenya, Bangladesh, Cina Kamerun, dan Venezuela. Sehingga korupsi di negara kita ini, sudah merupakan penyakit mental dan sosial yang telah mengkristal, virus-virusnya telah mewabah, meluah, bahkan melimpah ke segala lapisan bangsa. Korupsi bukan saja monopoli kalangan pemerintah pusat, tapi juga daerah; korupsi bukan saja terjadi di kalangan pemerintah, tapi juga swasta; korupsi bukan saja terjadi di kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif; bahkan lembaga pemberantas tindak pidana korupsi pun, terjerumus ke dalam penyakit korupsi.
Dampaknya, pembangunan terhambat, pendidikan tersumbat, ekonomi tersendat, kemiskinan terus meningkat, rakyat semakin melarat, hukum hampir sekarat, karena tidak mampu menjerat, para koruptor biang penjahat, yang di kutuk dan dilaknat. Untuk itu, kita sebagai warga yang bermartabat, tetaplah bersemangat, bergerak dengan cepat, lenyapkan korupsi sebelum terlambat.
Bagaimana caranya? Sebagai jawabannya Terapi Penyakit Korupsi adalah tema syarh al-Qur’an yang akan kami sampaikan pada kesempatan ini dengan rujukan al-Qur’an surat al-Maidah [5]: 38
              والسارق والسارقة فاقطع ايديهما جزاء بماكسبا نكالا من الله  والله عزيز حكيم
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Hadirin, wa al-hadirat yang kami hormati
Firman Allah pada ayat ini, merupakan landasan metodis dalam menjelaskan apa dan bagaimana memberantas korupsi. Sedangkan istilah korupsi, secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt yang berarti suap, jahat, buruk, curang atau merusak.
Sedangkan dalam istilah sosiologi, korupsi adalah tindak pidana berupa manipulasi, pungli, mark-up, dan pencurian dana publik, dengan menggunakan dalil-dalil konstitusi, secara langsung maupun terselubung, dengan maksud meraih keuntungan pribadi.
Dengan demikian, dalam terminologi Islam, korupsi tidak identik dengan ghasab,  korupsi tidak identik dengan risywah, tapi korupsi identik dengan لسارق  ا atau mencuri, yang harus di potong tangannya.  Inilah essensi kalimat:
والسارق والسارقة فاقطع ايديهما
Sedangkan yang dimaksud لسارق  ا menurut Ibnu Mandzur dalam Lisan al-‘Arab Jilid VII halaman.174, adalah:
من جاء مستترا الى حرز فاخد منه ماليس له
Sesorang secara sembunyi-sembunyi mengambil barang orang lain dengan cara paksa.
Sedangkan hukuman yang pantas diberikan kepada seorang pencuri atau koruptor adalah      فاقطع ايديهما  di potong tangannya. Kenapa dipotong tangannya? Qadhi Muhammad Tsanaullah ‘Usmanil Hanafiy al-Madzhari dalam Tafsir Al-Madzhari jilid III halaman. 124, memberikan alasan:
وقطعت اليد لانها الة السرقة
Dipotong tangannya,  karena tangan merupakan alat untuk mencuri.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam riwayat Abu Dawud yang terdapat dalam kitab al-Hudud, diceritakan:
وقد قطع رسول الله صل الله عليه وسلم من سرق رداء صفوان من تحت راًسه وهو نائم فى المسجد
Sesungguhnya rasulullah Saw. telah memotong tangan seorang pencuri sorban milik Sofwan, yang diletakan di bawah kepalanya, ketika ia tertidur di masjid.
Allahu Akbar, pencuri sorban saja dipotong tangannya oleh Rasulullah Saw., padahal yang dirugikan hanya seorang Sofwan, apalagi  kalau pencurian yang dilakukan oleh seorang koruptor, yang memeras, menindas dan merampas hak-hak rakyat banyak, hukuman yang pantas bukan saja di potong tangannya, tapi harus sampai di hukum mati. Setuju?
Inilah yang ditegaskan oleh Undang-undang Republik Indoesia No.31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 2, dinyatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada seorang koruptor.
Namun sayang seribu sayang, sampai hari ini, kita sering mendengar, bukan koruptor yang di hukum mati, tapi koruptor yang bersembunyi di dalam negeri, koruptor yang lari ke luar negeri, koruptor yang tidak diadili, bahkan koruptor yang dilindungi. Na’udzubillah min Dzalik.
Padahal bukankah rasulullah SAW., dengan tegas bersabda:
انما هلك من كان قبلكم بانه اذا سرق فيهم الشريف تركوه واذا سرق فيهم الضعيف قطعوه
 Sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian, karena jika terdapat orang terpandang mencuri dibiarkan, tapi jika orang papa tiada berdaya mencuri di potong tangannya.
Kita lihat sejarah, Rumania ketika di pimpin oleh Nicola Susesco pemimpinnya poya-poya, rakyatnya sengsara; Iran ketika di pimpin oleh Reza Pahlepi pemimpinya megah, Ini adalah fakta sejarah, tragisnya suatu bangsa ketika keadilan dipendam, dibungkam, dan ditikam oleh penguasa, rakyat dan bangsanya hancur binasa.
Saudara-saudara, apakah rela bangsa besar yang dibangun dengan susah payah oleh para pendahulu kita, dengan cucuran keringat, tangisan para pahlawan,  bahkan kocoran darah para syuhada ini harus hancur tersungkur, hanya gara-gara kita dan para penegak hukum menjadi pecundang-pecundang koruptor? Tentu tidak! Betul?
Oleh karena itu, dalam mewujudkan  Indonesia bebas korupsi,  keadilan dalam bidang hukum harus ditegakan.  Karena penuangan keadilan dalam al-Qur’an bersifat talionis dan kompensatoris, sebagaimana diisyaratkan dalam penggalam kalam Illahi pada surat al-Maidah [6]: 8
              يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Hadirin yang kami hormati
Ayat tersebut, merupakan landasan theologis bagi kita dan seluruh insan beriman, agar selalu menjadi penegak kebenaran, menjadi saksi dengan adil, dan kebencian terhadap suatu kaum tidak menjadi hambatan untuk menegakan keadilan. Prinsipnya menurut imam ibnu Katsir  dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim:
كونوا  قوامين  بالحق لله عزوجلا  لا لآجل  الناس  والسمعه
Jadilah kalian komunitas penegak kebenaran dan keadilan karena Allah ‘Aja wa Jalla semata, bukan karena manusia maupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan essensi kalimat:
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
Berlaku adil-lah karena sikap adil  sebagai manifestasi insan bertaqwa
Dengan demikian, ayat ini sebagai memotivasi sekaligus instruksi kepada kita, para pemimpin bangsa,  para penegak hukum, bahwa dalam mewujudkan Indonesia bebas korupsi, kita bukan saja dituntut memperbaiki konstitusi, bukan saja dituntut memperbanyak lembaga anti korupsi, tapi kita pun dituntut untuk cepat beraksi, tegakan keadilan di republik ini, Peat justita preat mundus, keadilan harus tetap tegak sekalipun bumi akan hancur.
Pantas saudara-saudara, para ulama Tafsir menetapkan ’adalah  atau keadilan ini sebagai salah satu dari al-Mabadi al-Khams atau lima prinsip utama.  Bahkan Rasulullah Saw. bersabda:
لو لا عدل الأمرآء لأكل الناس بعضهم بعضا كما اكل الدئب الغنم
Kalau pemimpin tidak berlaku adil, niscaya manusia satu menjadi pemangsa bagi manusia yang lain laksana Srigala memangsa binatang lemah lainnya.
Sehingga Rasulullah Saw. dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin umat, dengan tegas bersabda:
واللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتِ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا 
Demi Allah, kalau Fatimah puteriku, terbukti mencuri, pasti akan aku sendiri yang akan  memotong tangannya”. Allahu Akbar.
Ini hadirin tipe pemimpin pelindung rakyat  yang menegakan keadilan. Sebab kalau pemimpinnya tidak adil, niscaya akan muncul low of jungle to politely of people, hukum rimba menjadi peradaban. Kalau pemimpinnya tidak adil, niscaya akan lahir penguasa-penguasa bergaya tupai, bermental keledai, yang siap membantai; bahkan tidak mustahil akan lahir penguasa-penguasa bermental durjana, berairmata buaya pandai berpura-pura, gayanya  bak orator padahal biangnya koruptor. Naudzubillah min Dzalik.
Lalu bagaimanakah praktek keadilan jika dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi di negara kita? Al-hamdulillah, pemerintah kita sedang giat-giatnya menegakan keadilan, dengan cara mengusut tuntas para pelanggar hukum, terutama para koruptor kelas kakap. Demikian pula fatwa para ulama, tokoh masyarakat, dan para mahasiswa turut mendukung tegaknya keadilan. Jangan sampai, pencuri sandal dipukuli sampai mati, eeh….koruptor pembobol uang rakyat kok dilindungi.
Ingat, keadilan jangan seperti kapak petani, ke bawah tajam ke atas tumpul. Tapi keadilan harus seperti kapak Wiro Sableng, ke bawah tajam ke ataspun tajam. Setuju?
Dengan tegaknya keadilan dalam bidang penegakan hukum yang ditunjang dengan komitmen para pemimpin bangsa, para penegak hukum, yang ditopang oleh kita semua, keadilan hukum akan terbukti, hingga para koruptor sirna di negeri tercinta ini. Amin ya Rabbal’alamin.
JIka sikap ini yang kita tumbuhkembangkan, Allah akan mencatatnya sebagai amal sholeh dalam konteks pembangunan yang akan mendapat balasan dari Allah, sebagaimana terangkai dalam Qs. al-Maidah [5]: 9
              وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Allah telah berjanji kepada orang yang beriman dan beramal kebaikan, bahwa bagi mereka ampunan dan pahala yang berlimpah.
Dengan berakhirnya lantunan ayat tadi, uraian ini dapat disimpulkan, bahwa korupsi merupakan penyakit sosial yang kronis yang harus kita obati. Sedangkan terapinya adalah keadilan hukum harus berpungsi, para koruptor harus diadili, bahkan bila perlu hukum mati sesuai konstitusi. 
Oleh karena melalui momentum syarhil ini, kami menghimbau kepada seluruh komponen bangsa terutama para penguasa, para penegak hukum untuk tidak pantang menyerah menegakan keadilan, meneriakan kebenaran, menumpas para koruptor sialan, demi kejayaan bangsa Indoensia yang kita banggakan. Semoga keadilan tetap jaya di negara kita. Amin ya Rabbal’alamin.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركا ته

0 komentar:

Posting Komentar