Pages

Kamis, 21 November 2013

Membangun Generasi Qur’ani Kuat dan Amanat



السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
الحمدلله القائل: انهم فتية امنو بربهم وزدناهم هدى،
الصلاة والسلام على رسوله المصطفى،  وعلى اله وصحبه اهل الصدق والوفى-اما بعدز

Para pemuda harapan bangsa, para pemudi harapan pertiwi yang kami banggakan
            Napoleon seorang  orientalis  berkebangsaan Prancis menyatakan: the principle of Qur'an  which alone a traching can read  men to happiness, al-Qur'an adalah  prinsip yang merupakan  pedoman  yang dapat mengantarkan manusia  menuju  alam kebahagiaan.
Ungkapan tersebut  mengisyaratkan  bahwa al-Qur'an  adalah lampu  penerang hati  dalam menembus gelapnya lika-liku   hidup dan penghidupan, al-Qur'an  adalah benteng  pertahanan nan kokoh  dari pesona godaaan syetan yang menyesatkan,   al-Qur'an  adalah ajimat  penyelamat dari berbagai kesesatan,  bahkan doktrin-doktrin al-Qur'an  menurut Bucaile, seorang orientalis berkebangsaan Prancis, adalah merupakan kitab suci, yang sarat dengan inspirasi dan motivasi agar umat manusia memperluas wawasan, memperdalam ilmu pengetahuan, menyempurnakan akhlak pergaulan, bahkan menciptakan generasi-generasi rabbani nan qur’ani yang kuat, amanat, dan berakhlak hasanat.
Memperdalam mengenai asumsi ini, Membangun Generasi Qur’ani yang Kuat dan Amanat adalah pokok bahasan syarh al-Qur’an yang akan kami sampaikan pada kesempatan ini. Dengan landasan al-Qur’an surat al-Maidah[4]: 9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hendaklah takut (kepada Allah) orang yang, bila (wafat dan) meninggalkan keturunan tiada berdaya, kuatir akan nasib mereka. Hendaklah mereka bertakwa kapada Allah, dan menga-takan kata-kata yang benar.




Hadirin, insane muda yang berbahagia
Ayat tersebut diawali dengan kalimat: وليخش  Secara semantik:
 الواو واوالعاطفة  واللام لام للامر   يخش فعل  مضارع  مجزوم بلام
Istinbatnya وليخش adalah shigâtul  lil-amr.  Sedangkan kaidah mengatakan:
 الاصل فى الأمر للوجوب 
Pada asalnya  suatu perintah, menunjukan kewajiban
Dengan demikian wajib kepada kita merasa takut
 لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا
Jika meninggalkan generasi-generasi dalam keadaan lemah.
Berkaitan dengan masalah tersebut, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa secara tekstual  ayat ini memiliki signifikansi dengan nasihat baginda Rasululllah Saw. kepada Sa’ad bin Abi Waqas, agar merasa takut jika meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan lemah, selengkapnya beliau bersabda:
انك ان تذر ورثتك اغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس
Sesungguhnya apabila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan mampu itu lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan lemah tiada berdaya, sehingga menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain.
Mafhum mukhalafah-nya, ayat ini sebagai intruksi Allah kepada kita, saya, saudara dan kita semua insan-insan beriman agar kita meninggalkan generasi-generasi yang hebat, kuat dan amanat. Bukan generasi-generasi anak mamah, otaknya payah, fisiknya lemah, akhlaknya sayi’ah, mentalnya kaya pak Ogah. Karena generasi-generasi  seperti itu, hanya bernilai sampah, bahkan tidak mustahil  menjadi penghambat terbentuknya baldah thayibah. (betul?)
Padahal saudara-saudara di negeri tercinta ini, sejak tahun 1908, masa Kebangkitan Nasional sampai menjelang detik-detik Proklamasi dikumandangkan, seluruh  generasi muda yang tergabung dalam berbagai organisasi kepemudaan, seperti Persatuan Pelajar Stovia, Trikoro Dharmo, Jong Islamaiten Bond, Jong Java, Jong Sumatera,  mereka menjadi The Grand Old Man-, menjadi Stood Geber, bahkan The Founding Father, pendiri, penggerak, yang mampu merebut kemerdekaan. Jika tanpa kekuatan generasi muda,  mustahil Indonesia ini merdeka. Demikian ungkapan kekaguman Bung Karno, yang dibadikan oleh sejarah bangsa.
Pantas, Syekh Mustafa Al-Ghulayaini, seorang pujangga Mesir berkata:
ان فى يدالشبان امر الامة وفى اقدامها حيتها
Sesungguhnya pada tangan-tangan pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki merekalah terdapat kehidupan umat.
Andai pemudanya kuat dan amanat,  bangsa akan hebat. Tapi andai pemudanya lemah dan khianat, bangsa akan hancur kiamat.
Lalu, bagaimana solusi dasar membangun generasi qur’ani yang kuat dan amanat ini? Sebagai jawabanya kita renungkan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Qashas [28]: 26
قالت احداهما ياابت استأجرت ان خيرا من ايتجرت القوى الأمين
            Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya
Hadirin, secara tekstual ayat tersebut sebagai sanjungan kepada Nabiyullah Musa a.s., karena beliau sebagai insan muda القوى الأمين (al-Qawiy al-Amin). Disebut al-Qawiy:
انه رفع الصخراء التي لايطيق حملها الا عشرة رجال 
Nabiyulllah Musa a.s. mampu mengangkat  penutup sumur oleh seorang diri padahal seharusnya oleh sepuluh orang. Demikian penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Sedangkan konsep qawiyun yang signifikan untuk kita terapkan di era modern seperti sekarang, adalah “quwatul ‘ilmi”, kekuatan ilmu karena science is power. Bahkan  rasulullah SAW bersabda:
فضل العالم على العابد كفضل القمرليلة البدرعلى سائرالكواكب
Keutamaan orang berilmu dengan orang yang papa pengetahuan laksana rembulan yang meredupkan jutaan kemilaunya bintang-gemintang di angkasa luar.
Pantas sejarah mencatat, salah satu sifat rasulullah adalah fathonah, wahyu pertama yang beliau terima adalah perintah membaca, memperhatikan, menggali, serta membuka tabir rahasia alam seperti dinyatakan dalam isarat ayat:
افلا تعقلون  افلاتبصرون  افلا تعلمون
   Dengan konsep serta uswah rasulullah ini hadirin, Islam berhasil mencetak generasi-generasi qur’ani yang cerdas dan kuat secara intelektual. Kita kenal, Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi, al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak lagi ilmuan serta filosuf muslim lainnya yang dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah peradaban manusia.
            Namun sayang seribu sayang, kejayaan Islam tersebut, kini hanya tinggal kenangan, tinta emas sudah berubah menjadi tinta kelam. Sebab sebagian generasi muslim saat ini, merupakan generasi terbelakang, terlemah, jauh tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat dan bangsa-bangsa lain di dunia. Demikian disimpulkan oleh  Prof. Dr. Isma’il Raj’i al-Faruqi.
Dampaknya:
 كاد الفقر ان يكون كفرا
Faqir ilmu maupun faqir harta akan membawa manusia kepada kekufuran.
Akibat lemah ilmu pengetahuan menyebabkan ketergantungan, kemiskinan bahkan memicu berbagai kemunkaran. Seperti main judi, remi, domino, kasino, jisong, mahyong, gapleh, 41 (porty-one), kiu-kiu. Bahkan tidak mustahil akibat himpitan ekonomi, gadis-gadis kita menjadi kupu-kupu malam. Na’udzubillahi min dzalik.
Pantas Sayidina Ali karomallhu wajhah, dengan tegas berkata:
حياة الفتى والله بالعلم ولتقى
Eksisnya seorang pemuda, demi Allah tergantung kepada ilmu dan ketaqwaanya.
Dengan demikian generasi qur’ani adalah generasi berilmu dan bertaqwa, atau harus qawiyun dan aminun dalam ayat tadi.
Sebab andai generasi-generasi kita  kuat secara intelektualitas, tapi tidak kuat memegang amanat niscaya hanya akan lahir Tsa’labah-Ts’alabah bergaya Tupai, siap membantai, Qarun-Qarun bersiasat musang, siap menyerang, Namrudz-Namrudz berjurus tikus, siap meringkus, bahkan akan lahir Fir’aun-Fir’aun berair mata buaya, pandai berpura-pura, gayanya bak pelopor padahal dia biangnya koruptor. Na’udubillahi min Dzalik.
            Oleh karena itu di dalam rangka mewujudkan generasi qur’ani, kita bukan saja dituntut mencetak generasi-generasi pintar, teknokrat-teknokrat brilian, tapi kita pun dituntut mencetak generasi benar, insan-insan beriman serta generasi-generasi berbudi luhur, berakhlak mulia.  Sauky dalam sya’irnya mengatakan:
انما الامم الاخلاق مابقيت  فان هموا ذهبت اخلاقهم ذهبوا
 Sesungguhnya bangsa-bangsa akan jaya, bangsa-bangsa akan berdiri, bangsa-bangsa akan maju, jika ditopang dengan akhlak. Tapi  suatu bangsa akan hancur tersungkur, rusak binasa jika tidak berakhlak mulia.

Maka mendidik generasi  yang cerdas secara intelektualis dan  sempurna secara moralitas, marupakan pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dalam  upaya mewujudkan generasi qur’ani yang kuat dan amanah, sekaligus sebagai aktualisasi keimanan dan kesholehan yang dibalas oleh Allah SWT, sebagaimana dalam qur’an surah al-maidah [5]: 9
وعدالله الذين امنوا وعملواالصالحات لهم مغفرة واجر عظيم
Allah telah berjanji bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bagi mereka ampunan dan pahala yang melimpah ruah.

Hadirin yang berbahagia
Dengan berakhirnya, lantunan kalam Illahi tadi, pemabahasan ini dapat disimpulkan, bahwa generasi qur’ani yang kuat dan amanat adalah generasi yang memiliki kualitas ilmu, kualitasiman dan kualitas akhlak yang harus menjadi agent of social change bagi bangsanya, seperti nabiyullah Musa a.s.
Oleh karena itu, melalui momentum syarhil qur’an ini kami menghimbau khususnya kepada generasi muda dan generasi mudi harapan pertiwi, mari kita hiasi hidup al-Qur’an agar terarah, hiasi hidup dengan ilmu agar mudah,  dan hiasi hidup dengan cinta agar indah. Sebab hidup tanpa al-Qur’an akan tersasar, hidup tanpa ilmu akan sukar dan hidup tanpa cinta akan hambar.
والسلام عليكم ورحمة الله وبر كاته

1 komentar: